Mengembangkan Strategi Berbasis Knowledge
Di tengah persaingan bisnis dalam era gobalisasi saat ini, setiap perusahaan harus memiliki strategi agar dapat survive dan memenangi pesaingan. Tapi strategi yang bagaimana dan seperti apa?
Melihat kiprah perusahaan besar seperti Google, Microsoft, Samsung Group, Toyota dan Unilever di kancah global, rasanya setiap orang tidak meragukan lagi keberhasilan strategi yang mereka terapkan. Percaya atau tidak, perusahaan-perusahaan ini memulai keberhasilan mereka dengan memfokuskan strategi bukan hanya ke hal-hal yang bersifat pencapaian target dan revenue semata, tetapi membangun perusahaan berbasis pengetahuan atau knowledge based enterprise.
Bagi perusahaan yang sudah menjalankan konsep knowledge based enterprise ini, pengetahuan menjadi sumber daya yang paling penting dan strategis bagi perusahaan. Organisasi perusahaan harus selalu mencari cara untuk mengelola pengetahuan yang terdapat pada diri masing-masing individu anggotanya untuk menghasilkan produk, jasa maupun solusi yang berkualitas dan bersaing.
Perusahaan-perusahaan di atas merupakan contoh perusahaan yang mampu menciptakan pengetahuan dan mengintegrasikannya dalam proses bisnis sehari-hari. Dengan berbasis pengetahuan, mereka mampu menciptakan intellectual capital melalui transformasi pengetahuan individu maupun organsasi menjadi produk, jasa dan solusi berkelas dunia.
Setidaknya pengakuan terhadap kesuksesan perusahaan-perusahaan di atas dalam menjadi knowledge based enterprise terkemuka di dunia telah dilegitimasi dengan prestasi mereka saat dinobatkan sebagai pemenang 2006 Global Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Study. Studi ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar komitmen dan kematangan perusahaan-perusahaan di dunia yang telah knowledge-driven.
Studi yang berlangsung setiap tahun sejak 1998 ini dilakukan oleh Teleos, sebuah badan penelitian mandiri di bidang knowledge management dan intellectual capital di Inggris yang bekerjasama dengan The KNOW Network, sebuah komunitas organisasi seluruh dunia berbasis internet yang berdedikasi menggapai kinerja superior melalui benchmarking, networking dan best practice knowledge sharing. Benchmarking ini dilakukan dengan bercermin pada pemenang the Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE).
Ajang ini juga diselenggarakan di tingkat regional seperti Asia, Eropa dan Amerika Utara. Pemenang-pemenang tingkat regional ini nantinya akan bersaing dalam tingkat global. Indonesia sendiri cukup beruntung karena telah mengadakan Indonesian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Study sejak tahun 2005. Di dalam negeri, ajang ini diselenggarakan oleh Dunamis Organization Services yang didukung Asian Productivity Organization yang berbasis di Tokyo dan Teleos sendiri sebagai penyelenggara Global MAKE Study.
Saat ditemui HC beberapa waktu lalu, Andiral Purnomo selaku Chairman 2007 Indonesian KM Conference & Workshop sekaligus Associate Partner Dunamis Organization Services mengatakan bahwa diselenggarakannya MAKE Study di Indonesia secara langsung dapat membuat perusahaan-perusahaan Indonesia dikenal di tingkat internasional.
“Pihak Teleos selaku penyelenggara Global MAKE Study memberikan wildcard, tiga pemenang teratas otomatis menjadi finalis di tingkat Asia. Coba dibayangkan, untuk menjadi finalis minimal harus direkomendasikan oleh 10% panelis di Asia yang berjumlah paling sedikit 500 orang. Berarti kan minimal ada 50 pimpinan perusahaan Asia. Bisa jadi kalau kita ikuti jalur resmi tidak ada satu pun perusahaan Indonesia yang bisa masuk ke final apalagi menjadi winner”.
Sebagai contoh adalah PT Unilever Indonesia Tbk yang selama dua tahun berturut-turut sejak 2005 menjadi wakil Indonesia yang mampu menjadi pemenang di tingkat Asia bersanding sejajar dengan perusahaan-perusahaan besar seperti LG Electronics, Samsung SDS, Samsung Advanced Institute of Technology, POSCO (Korea Selatan), Canon, Sony, Honda Motor, Nissan Motor, Toyota Motor Corporatin (Jepang), Infosys Technologies, Satyam Computer Sevices, Tata Consultancy Services, Tata Steel, Wipro Technologies (India) dan BHP Biliton (Austarlia).
Menuju Knowledge Based Country
Kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia saat ini terhadap penerapan knowledge management menurut Andiral sudah cukup tinggi meskipun masih ada yang baru sebatas tahu arti penting knowledge enterprise namun belum tahu apa knowledge enterprise sebenarnya. Ia melihat ada karakteristik yang menonjol dari perusahaan yang telah menerapkan konsep knowledge enterprise. “Karakteristik yang menonjol dalam knowledge enterprise tercermin dari kriteria, pertama, budaya mereka berbasis pengetahuan. Kedua, mengembangkan knowledge worker melalui leadership”, ujar Andiral.
Menurutnya lagi, ini berarti organisasi-organisasi knowledge enterprise memiliki ciri-ciri antara lain sudah menganggap karyawan bukan sekedar human resource tetapi sebagai human capital. Karyawan benar-benar sudah menjadi real asset, bukan lagi alat produksi. “Jadi perusahaan yang benar-benar sudah memiliki kesadaran tinggi bahwa karyawan benar-benar harus dimanusiakan dan diakui sebagai manusia yang utuh”.
Bila di Indonesia keadaannya seperti itu, maka lain lagi dengan kondisi di tingkat global. Perusahaan-perusahaan di negara yang sudah menjelma menjadi knowledge based country sudah menyadari bahwa knowledge merupakan bagian dari competitive advantage. “Oleh karena itu mereka benar-benar menjabarkan knowledge management dalam satu strategi yang jelas terlepas dari business strategy. Karena mereka menyadari bahwa di era sekarang kunci persaingan adalah kemampuan mengelola pengetahuan manusia yang outputnya adalah kemampuan pembelajaran,” Andiral menjelaskan.
Selain itu dengan adanya MAKE Study, ia berharap Indonesia dapat bertransformasi menjadi knowledge based country dan masyarakatnya dapat menjadi knowledge based society. Karena di tengah persaingan yang ketat, negara yang berbasis pengetahuan yang mendorong inovasi akan mampu membantu pertumbuhan bisnis yang baik. Ia mencontohkan negara seperti Finlandia yang memiliki lembaga-lembaga pemerintahaan yang mendukung dan mendrive organisasi dan perusahaan berbasis pengetahuan.
Dengan sendirinya, environment bisnis seperti ini akan memudahkan perusahaan dan organisasi dalam menjalankan dan mengembangkan bisnis mereka. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena perusahaanperusahaan akan mampu menjadi perusahaan yang unggul, kompetitif dan otomatis dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Untuk menuju knowledge based country, pemerintah selaku pemegang kebijakan memegang kunci perubahan tersebut. Yang pertama kali harus dilakukan tentu saja memperbaiki dunia pendidikan. Sebab pembelajaran tidak bisa terlepas dari konsep knowledge itu sendiri. Jadi, siapkah kita?
source : http://www.portalhr.com/majalah/1id767.html