Dec
18
2010
5

Implementasi Knowledge Management pada APTEKINDO, Pembentukan Sharing Culture antar Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di Indonesia

A. Pendahuluan

APTEKINDO, akronim dari Asosiasi Pendidikan Teknik dan Kejuruan Indonesia, merupakan asosiasi institusi pendidikan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan calon guru pendidikan teknologi dan kejuruan, Sekolah Menengah Kejuruan, Program Diploma, Politeknik dan Lembaga Diklat di Indonesia. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah

  1. Turut aktif dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional, khususnya dibidang pendidikan dengan jalan memberikan sumbangan pemikiran dan menunjang pelaksanaan program yang menjadi garis kebijaksanaan pemerintah,
  2. Mengembangkan serta memajukan pendidikan kejuruan sebagai ilmu profesi dalam rangka ikut mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi di Indonesia,
  3. Mengupayakan pengembangan dan kemajuan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (LPTK-PTK) Universitas dan institusi pendidikan kejuruan lainnya,
  4. Mengupayakan pengembangan ketenagakerjaan dalam arti seluas-luasnya, dan
  5. Mempertinggi professionalisme tenaga kependidikan kejuruan sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat .

Sedangkan Fungsi APTEKINDO yaitu:

  1. Sebagai inovator dan inisiator dalam perumusan kebijakan pendidikan kejuruan,
  2. Sebagai wadah persatuan, pembinaan dan pengembangan anggota dalam upaya mencapai tujuan organisasi,
  3. Sebagai wadah peran serta profesional pendidikan kejuruan dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional,
  4. Sebagai sarana penyalur aspirasi anggota serta sarana komunikasi sosial timbal balik antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah,
  5. Ikut serta berperan dalam proses pengawasan mutu pendidikan kejuruan di Indonesia, dan
  6. Memberikan advokasi kepada anggota APTEKINDO . Tujuan dan fungsi APTEKINDO ini tidak akan tercapai jika tidak ada resource sharing yang meliputi kepakaran, fasilitas, dan pengetahuan antar sesama anggota APTEKINDO.

Anggota APTEKINDO terdiri dari Institusi Pendidikan Tinggi, Politeknik, SMK dan Lemdiklat dengan lokasi masing-masing anggota tersebar di seluruh nusantara, yang berjauhan secara geografis. Dengan kondisi seperti itu maka sharing fasilitas seperti peralatan praktek, workshop, dan laboratorium hanya dapat dilakukan antar sesama anggota yang lokasinya berdekatan, sedangkan untuk sharing knowledge dan kepakaran masih relatif jarang dilakukan.

Acara sharing semacam ini masih terbatas pada acara rutin pertemuan dalam bentuk konvensi dua tahunan anggota APTEKINDO sehingga bisa dikatakan sharing resources pada jaringan APTEKINDO belum berfungsi maksimal, mengingat:

  1. Acara konvensi rutin dua tahunan tersebut umumnya tidak dapat dihadiri oleh seluruh dosen (peneliti) dari seluruh perguruan tinggi anggota karena keterbatasan waktu serta anggaran. Oleh karena itu, dosen yang tidak hadir dalam pertemuan tersebut sering kali tidak mengetahui hal-hal yang dibahas pada pertemuan tersebut.
  2. Pembicaraan yang disampaikan dalam acara tersebut seringkali hanya seputar kebijakan dan manajemen organisasi, sedangkan presentasi kepakaran masih sangat minim.
  3. Dokumentasi database hasil tiap-tiap pertemuan masih dilakukan secara manual, yaitu berbentuk CD, prosiding, maupun tersimpan dalam hardisk panitia penyelenggara.

Kondisi ini mencerminkan bahwa kondisi manajemen knowledge dalam APTEKINDO belum terkonsep dengan baik sehingga belum saling memberikan manfaat positif antar sesama anggotanya. Dengan manajemen yang baik, banyak manfaat yang bisa dipetik misalnya mengenai manajemen pembelajaran, kurikulum, kepakaran bidang tertentu, pengembangan karir, dan sebagainya.

Untuk mewujudkan hal tersebut harus dibudayakan kebiasaan menulis dan mem-publish tulisan. Selain itu diperlukan juga sistem manajemen knowledge
yang secara nasional tidak hanya dapat diakses oleh seluruh anggota APTEKINDO, namun juga menuntut para anggotanya untuk mem-publish ide, gagasan, atau hasil penelitiannya. Selain itu, wadah untuk menanggapi (diskusi) topik yang telah diposting oleh member juga harus tersedia. Sistem manajemen knowledge organisasi semacam ini dikenal dengan istilah OKMS (Organisation Knowledge Management System).

Pada dasarnya proses manajemen knowledge meliputi 4 fungsi pokok, yaitu using knowledge (penggunaan knowledge) , finding knowledge (penemuan knowledge), creating knowledge (pembuatan knowledge) serta packaging knowledge (pengemasan knowledge).

DIKTI sebagai induk seluruh perguruan tinggi di Indonesia telah melaksanakan program INHERENT yang tujuannya adalah memfasilitasi terjadinya resource sharing antar perguruan tinggi di Indonesia dengan menyediakan jaringan dengan kapasitas yang memadai (155 Mbps). Oleh karena itu, jaringan yang telah dibangun atas program INHERENT ini akan semakin berarti jika dipergunakan untuk melaksanakan program knowledge management secara lebih terkonsep.

Gagasan pembangunan knowledge infrastructure berbasis knowledge management di Indonesia yang pertama kali dipromotori oleh KMRG ITB (Knowledge Management Research Group) yang diketuai oleh Ismail Fahmi . Infrastruktur dibangun berbasis web dengan tujuan supaya terjadi tolong-menolong (sharing) antar sesama insitutusi pendidikan di Indonesia dalam usaha mencerdaskan bangsa.

1. Pembudayaan Knowledge Sharing

Knowledge management syatem diharapkan mampu membuat berbagai informasi (shared information) menjadi lebih baik. Knowledge management termasuk strategi dari tanggung jawab dan tindak lanjut (commitment), baik untuk meningkatkan efektifitas organisasi maupun untuk meningkatkan peluang/kesempatan.

Tujuan dari knowledge management adalah meningkatkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses inti lebih efisien. Supaya knowledge management system berhasil dilaksanakan pada APTEKINDO maka hal-hal berikut ini harus dibudayakan pada anggotanya, baik secara individu maupun insitusi:

  1. menciptakan knowledge: knowledge diciptakan begitu seseorang menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi,
  2. menangkap knowledge: knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal,
  3. menjaring knowledge: knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit,
  4. menyimpan knowledge: knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga semua anggota dalam organisasi dapat mengaksesnya,
  5. mengolah knowledge: seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di-review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat,
  6. menyebarluaskan knowledge: knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaatuntuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat.

Dalam organisasi APTEKINDO aspek yang perlu untuk di-manage sebagai knowledge yang perlu di-share di antaranya kemampuan, jadual kegiatan (rapat, ceramah, diskusi, seminar dsb), output yang dihasilkan misalnya pedoman, laporan, prosedur, klasifikasi dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut menjadi objek knowledge yang bermanfaat bagi seluruh anggota APTEKINDO jika dikelola dengan baik, dieksplisitkan, dan bisa diakses oleh seluruh anggota.

Catatan penting yang juga sangat mempengaruhi berhasil tidaknya knowledge management pada APTEKINDO adalah:

  1. Penerapannya tidak hanya menghasilkan knowledge baru, tetapi juga mendaur ulang knowledge yang sudah ada. Oleh karena itu knowledge yang dipmiliki sejak lama harus digali kembali dan di-eksplisitkan.
  2. Teknologi informasi memang merupakan sarana yang paling mudah dalam menjembatani terjadinya jejaring sistem knowledge management akan tetapi harus disadari pula belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. Oleh karena itu, tatap muka juga masih tetap diperlukan.
  3. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak knowledge penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal knowledge itu sudah dimiliki organisasi tersebut sejak lama.

2. Usulan Konsep APTEKINDO Knowledge Management

Di organisasi-organisasi modern saat ini, pandangan tentang manajemen perubahan bersinggungan dengan cara mereka memberlakukan knowledge sebagai modal intelektual. Manajemen perubahan mencakup prinsip, alat analisis, ICT, teori perubahan strategis, peningkatan fungsi individu, sistem, struktur dan proses kerja yang di dahului dengan desain organisasi, perbaikan kinerja pegawai, hubungan antar bidang/bagian/kelompok dalam suatu organisasi. Hal ini juga berlaku bagi APTEKINDO.

Elemen Penyusun APTEKINDO Knowledge Management SystemGambar 3 menunjukkan usulan gambaran umum konsep APTEKINDO knowledge management system. Sistem terbangun atas 4 pilar utama, yaitu teknologi, aktifitas, interface, dan berbagai komponen. Aktifitas yang diperlukan dalam sistem ini di antaranya web browing, computer based collaboration, searching dan data mining. Semua aktifitas itu bisa dilakukan dengan menggunakan web browser. Interface yang bisa dipergunakan untuk menjembatani terjadinya kolaborasi informasi ini selain web browser juga mailling list, forum diskusi, bahkan jika diperlukan aplikasi C/S (customer service). Adapun komponen yang ada dalam sistem untuk mensuplai terjadinya berbagai kegiatan tersebut meliputi database, web platform, data management tools, perangkat pengirim pesan, search engine, web service, document management serta interference engine.

Teknology yang dibutuhkan untuk menyokong layanan tersebut di antaranya adalah RDBMS (Relational Database Management System), aplikasi client-server, web service serta artificial inelegance (AI). Dengan latar belakang anggota yang tersebar di seluruh Indonesia maka hal yang paling memungkinkan APTEKINDO knowledge management system tersebut adalah web based knowledge management portal, yaitu situs portal komunitas yang beranggotakan seluruh individu-individu dari insitusi anggota APTEKINDO yang bertujuan untuk saling sharing pengetahuan. Bentuk ini relatif sangat mudah untuk diwujudkan sedangkan manfaatnya juga sangat besar. Konsep semacam ini sudah dilaksanakan dengan sangat baik bahkan dipromotori secara mandiri oleh perorangan. Contoh yang sangat nyata adalah www.ilmukomputer.com dan www.sony-ak.com. Kedua situs tersebut dibangun untuk tujuan sharing ilmu, hanya saja dalam hal ini, dilakukan oleh volunteer-volunteer yang berasal dari pribadi maupun berbagai kalangan yang dengan kesadaran men-share pikirannya untuk dipelajari orang.

Berkembangnya opensource web platform yang sangat melimpah merupakan
potensi yang sangat besar untuk implementasi sistem tersebut. Tentu saja hal ini masih memerlukan pencermatan yang lebih mendalam sehingga bisa dipilih web-platform yang memadai untuk melaksanakan fungsi ini. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih opensource web platform tersebut di antaranya:

  1. Semaksimal mungkin bisa menjalankan berbagai fungsi seperti yang telah diuraikan di atas, diantaranya fungsi manajemen data, manajemen dokumen, searching, massaging, dan sebagainya.
  2. Banyak disuplai oleh berbagai plugin oleh komunitas terbuka sehingga memungkinkan penyempurnaan fasilitas jika diperlukan.
  3. Mudah diimplementasikan dengan interface yang user friendly.
  4. Multi-user sehingga memungkinkan penggunaan bersama-sama oleh seluruh anggota. Namun demikian juga harus ada feature untuk manajemen hak akses oleh anggota.

Beberapa keuntungan dengan dimilikinya knowledge portal bagi APTEKINDO
adalah adanya gambaran yang konsisten mengenai organisasi APTEKINDO, kemampuan mengelola dan mencari informasi, akses langsung ke informasi dan sumber daya organisasi, hubungan langsung ke laporan-laporan, dan pertanyaan-pertanyaan, hubungan langsung ke data yang dibutuhkan dan keahlian seseorang, serta identitas individu dan akses ke isi/subyek (content) yang dapat dipersonalisasi.

Setiarso menjelaskan bahwa merebaknya fenomena knowledge management dapat dilihat sebagai keinginan mengembalikan hakikat “knowledg ” dan menghindari pandangan bahwa knowledge adalah benda mati. Di dalam kehidupan berorganisasi, baik untuk bisnis maupun non-bisnis, maka knowledge selalu dikaitkan dengan potensi nilai yang ada pada berbagai komponen atau proses (aliran) keseluruhan “modal” dalam organisasi tersebut. “Modal” disini tentu saja bukan hanya soal investasi dan uang, tetapi juga “modal sosial” (social capital). Para proponen konwledge management selalu menegaskan bahwa sebuah organisasi seharusnya tidak berhenti pada “memiliki knowledge” dalam arti menimbun tumpukan dokumen yang dilengkapi dengan alat temu-kembali. Persoalan terpenting yang dihadapi organisasi-organisasi modern saat ini adalah: bagaimana mengintegrasikan timbunan knowledge eksplisit itu ke dalam keseluruhan kemampuan dan kegiatan organisasi.

Di dalam aktivitas setiap organisasi, maka tidak dapat dihindari bahwa knowledge yang diperlukan adalah knowledge yang tertanam di dalam diri masing-masing pribadi dan juga tercakup dalam kerjasama antar pribadi. Semua ini bukan hanya knowledge eksplisit, tapi juga tacit knowledge, terlebih lagi knowledge ini menjadi dinamis sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia eksternal maupun internal dari sebuah organisasi. Sehingga hal ini merupakan fungsi manajemen knowledge, yaitu bagaimana mengelola dinamika penggunaan knowledge tacit yang terintegrasi dengan knowledge eksplisit.

3.  Simpulan

  1. Dengan APTEKINDO knowledge management system, inovasi dan perkembangan insitusi menjadi lebih cepat karena dengan pola siklus knowledge management tersebut semua pengetahuan terarsip dengan baik dan dapat diakses dengan mudah oleh seluruh anggota. Namun demikian diperlukan kemauan masing-masing individu dalam insitusi anggota APTEKINDO untuk mengeksplisitkan semua tacit knowledge yang dimiliki sehingga bisa disebarluaskan kepada anggota lain. Sikap yang harus dibudayakan untuk pembentukan sistem ini diantaranya menciptakan, menangkap, menjaring, menyimpan, mengolah, dan menyebarluaskan knowledge masing-masing.
  2. APTEKINDO Knowledge Management System terdiri dari aspek aktifitas, teknologi pendukung, interface dan berbagai komponen pendukung lainnya. Namun demikian perkembang opensource web platform saat ini memungkinkan implementasi knowledge management portal dalam bentuk yang lebih sederhana akan tetapi sudah cukup menjembatani terjadinya sharing culture di organisasi termasuk APTEKINDO.

source : y2n.staff.fkip.uns.ac.id/…/implementasi-knowledgemanagement.pdf

Hal yang dapat di pelajari dari kasus APTEKINDO diatas adalah Bahwa knowledge management di APTEKINDO ini belum berjalan dengan baik sebagaimana mestinya karena APTEKINDO ini tidak pernah membudidayakan budaya sharing dari dosen ke anggota . untuk  dapat menciptakan  Management yang baik , maka APTEKINDO menciptkan suatu fitur atau aplikasi OKMS untuk dapat menampung ide – ide inovatif atau sharing informasi dari anggota APTEKINDO yang mampu menghasilkan manfaat positif antar sesama anggota APTEKINDO mengenai pembelajaran kurikulum dan pengembangan karier.   selain itu , inovasi dan perkembangan insitusi menjadi lebih cepat karena dengan pola siklus knowledge management tersebut semua pengetahuan terarsip dengan baik dan dapat diakses dengan mudah oleh seluruh anggota. Namun demikian diperlukan kemauan masing-masing individu dalam insitusi anggota APTEKINDO untuk mengeksplisitkan semua tacit knowledge yang dimiliki sehingga bisa disebarluaskan kepada anggota lain.

Written by erich fernando usman in: 5 Case KM | Tags:

Powered by WordPress. Theme: TheBuckmaker. Zinsen, Streaming Audio